Bagi penduduk kota Jakarta , kata macet adalah hal yang sudah biasa. Kemacetan memang menjadi salah satu masalah yang dihadapi jakarta. Hampir diseluruh Jakarta tidak dapat luput dari yang namanya kemacetan. Salah satu penyebab kemacetan di DKI Jakarta adalah banyaknya jumlah kendaraan yang ada di Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan laju pertumbuhan kendaraan di Jakarta yang mencapai 5-10% pertahun sedangkan, pertumbuhan panjang jalan kurang dari 1% pertahun. Perbedaan kontras inilah yang menyebabkan kemacetan di DKI Jakarta.
Untuk mengatasi kemacetan sendiri , pemprov DKI Jakarta sendiri sudah melakukan berbagai cara. Pelebaran dan pembangunan jalan adalah salah satunya. Pemerintah daerah telah banyak menggusur pemukiman di Jakarta agar dapat melebarkan jalan yang telah ada. Ini dimaksudkan agar tingkat kemacetan di jalan-jalan tersebut dapat dikurangi dan arus kendaraan menjadi lebih lancar. Sementara itu, pemerintah juga membangun sejumlah jalan baru sehingga alternatif jalan menjadi lebih banyak dan kepadatan kendaraan tidak terkonsentrasi hanya di satu titik. Namun semua upaya itu dianggap gagal. Pertumbuhan panjang jalan jauh tertinggal dibanding pertumbuhan jumlah kendaraan. Pertumbuhan panjang jalan yang hanya sekitar 1% per tahun tidak akan mampu mengakomodasi jumlah kendaraan yang tiap tahunnya meningkat 5-10%.
Upaya lainnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menerapkan aturan three in one. Langkah ini cukup efektif untuk mengatasi kemacetan karena dengan adanya aturan ini, kendaraan pribadi dengan 1-2 penumpang tidak dapat melintasi jalan three in one. Akibatnya, penggunaan kendaraan pribadi dapat dihindari dan kemacetan pun dapat dikurangi. Salah satu contohnya adalah di kawasan Sudirman, Jakarta. Namun kebijakan ini tidak lantas mampu menjawab permasalahan kemacetan di Jakarta. Aturan ini relatif sulit untuk diterapkan di jalan-jalan lainnya. Selain itu, penyimpangan-penyimpangan seperti joki three in one juga membuat kebijakan ini tidak efektif. Kehadiran joki membuat pengguna kendaraan pribadi dapat mengelabui aturan dan kemacetan pun tidak akan berkurang.
Dan program pemerintah daerah yang terakhir dan baru-baru ini berhasil direalisasikan adalah Busway. Busway yang telah beroperasi sejak 15 Januari 2004 ini meniru sistem transportasi yang ada di Bogota, Kolombia. Ide angkutan transportasi massal ini diharapkan dapat mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke Busway. Namun hasilnya kurang memuaskan. Seperti yang telah disebutkan, jumlah kendaraan bermotor bertambah hingga 10% per tahunnya. Ini menunjukkan bahwa Busway tidak berpengaruh signifikan untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor. Tidak adanya Busway di seluruh wilayah Jakarta membuat pemilik kendaraan pribadi lebih memilih untuk menggunakan kendaraannya. Orang akan berpikiran bahwa naik Busway akan menyulitkan mereka karena mereka harus berjalan ke halte Busway, naik Transjakarta Busway, turun, dan berjalan lagi ke kantor mereka. Sebagian beranggapan akan lebih mudah dan simple bila menggunakan kendaraan pribadi. Inilah yang membuat Busway tidak terlalu signifikan mengurangi jumlah penggunaan kendaraan pribadi dan gagal mengatasi kemacetan.
Tidak seperti di Indonesia, di Amerika Serikat, penggunaan kendaraan pribadi dapat diatasi dengan mendisinsentif pengguna kendaraan pribadi dengan pajak tinggi. Kebijakan ini berjalan baik sehingga kemacetan pun relatif tidak ada di Amerika Serikat. Belum pula penerapan tarif yang begitu tinggi untuk tempat parkir di sana. Satu jam parkir bisa dikenakan tarif 14-17 US Dollar. Sebuah angka yang tidak kecil yang membuat penduduk Amerika Serikat berpikir ulang untuk menggunakan kendaraan pribadi. Pada akhirnya mereka lebih memilih untuk menggunakan angkutan umum atau berjalan kaki menuju tempat kerja dan sekolah. Contoh lainnya dalam penanggulangan kemacetan adalah Singapura. Negara kecil yang terletak di dekat Pulau Sumatera ini sejak tahun 1989 telah mengoperasikan Mass Rapid Transportation (MRT). Kendaraan pengangkut massal berupa kereta api bawah tanah ini menuai kesuksesan karena mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. MRT lebih dipilih oleh penduduk Singapura karena selain cepat, fasilitas yang ada pun memadai. Kemacetan pun dapat diatasi oleh karena MRT.
Di DKI Jakarta sendiri sarana transportasi bisa dibilang kurang memadai. Hal ini bisa dilihat dari kendaraan umum yang ada. Umumnya kendaraan umum di DKI Jakarta dalam keadaan tidak layak, sehingga hal ini mungkin membuat masyarakat enggan untuk menggunakan kendaraan umum. Ambil contoh seperti kendaraan semisal bus dan angkot. Bus di Jakarta bisa dibilang dalam keadaan yang memprihatinkan. Keadaan bus Jakarta bisa dibilang butut. Belum lagi ditambah dengan supir yang terkadang suka ugal-ugalan dijala membuat masyarakat semakin enggan untuk menggunakan bus, apalagi yang menganggap dirinya dari keluarga berada. Keadaan angkot di DKI Jakarta juga tidak berbeda jauh dengan keadaan bus. Malahan mungkin warga Jakarta lebih takut naik angkot ketimbang naik bus lantaran pernah ada kasus pemerkosaan didalam angkot yang dialami seorang mahasiswi.
Namun di Jakarta masih ada 1 transportasi lagi yang diharapkan bisa mengurangi kemacetan, yaotu kereta api. Di daerah Jakarta dan Bodetabek kereta lah yang bisa diandalkan selain kendaraan pribadi. Kereta sendiri bisa mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dan mampu mengalihkan pengguna kendaraan pribadi menjadi penumpang kereta. Namun , saya sendiri menganggap kereta sendiri masih kurang nyaman (walaupun lebih nyaman dan murah daripada bus dan angkot). Contohnya pada trayek Jakarta kota-Bogor PP, trayek tersebut penuh sesak disaat jam berangkat dan pulang kerja. Dan yang membuat lebih miris adalah hal tersebut terjadi di KRL Commuter yang menggunakan AC. Keadaan lebih menyedihkan lagi bila yang ditengok adalah KRL ekonomi. Di KRL ekonomi penuh sesak tidak hanya terjadi didalam gerbong, namun juga terjadi hingga ke atap gerbong. Hal ini tidak hanya membuat tidak enak dilihat, namun juga membahayakan keselamatan penumpang.
Penutup.
Kemacetan adalah salah satu masalah utama di Jakarta. Untuk mengurangi kemacetan di Jakarta salah satu caranya dengan perbaikan transportasi publik yang ada. Salah satunya adalah dengan peremajaan kendaraan umum seperti bus dan angkot, serta penjaminan keamanan dalam kedua angkutan umum tersebut.
Untuk perkerata-apian perbaikan yang harus dilakukan adalah penambahan jumlah kereta yang beroperasi khusunya pada jam kerja. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi penumpukkan “luar biasa” didalam kereta yang pada akhirnya bisa merugikan penumpang. Perbaikan selanjutnya yang perlu dilakukan kereta api adalah masalah jadwal. Hampir setiap perjalanan kereta api khusunya KRL mengalami keterlambatan. Keterlambatan berkisar 5-15 menit dan yang lebih sering mengalami keterlambatan adalah trayek Jatinegara-Depok/Bogor. Alasan pertama adalah karena KRL dijalur tersebut berbagi jalur dengan kereta jarak jauh/berlokomotif. Umumnya kereta berlokomotif mendapat prioritas lebih tinggi ketimbang KRL sehingga terjadi “penyusulan” antara kereta berlokomotif dengan KRL sehingga keberangkatan KRL harus menunggu kereta berlokomotif lewat. Hal ini pernah saya alami ketika saya berangkat untuk kuliah pukul 06.43 pagi lalu KRL yang saya tumpangi “disusul” oleh kereta batu bara di stasiun Duri. Alasan kedua adalah jalur yang disediakan pada stasiun akhir Jatinegara hanya satu jalur. Hal ini mengahmbat masuknya kereta dari Depok/Bogor sehingga KRL tersebut telat masuk, telat keluar. Solusi untuk masalah pertama adalah dengan meniadakan sistem “penyusulan” tersebut, serta mengatur agar kereta berlokomotif tidak berhenti di stasiun yang dilalui jalur sibuk apalagi bila stasiun tersebut hanya memiliki dua jalur. Solusi untuk masalah kedua adalah penambahan 1 jalur “parkir” untuk kereta yang datang dari Depok/Bogor.
Jika semua semua sarana & prasarana transportasi sudah tersedia dengan baik, nyaman dan memadai maka, hal yang selanjutnya yang harus dilakukan pemerintah kota Jakarta adalah memberikan disinsentif yang contohnya seperti diterapkan di Amerika Serikat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat memilih menggunakan kendaraan umum daripada menggunakan kendaraan pribadinya. Dan semua itu dapat bisa terwujud jika kita ingin dan berkomitmen untuk membebaskan Jakarta dari yang namanya kemacetan.
Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/11/15/kemacetan-lalu-lintas-dki-jakarta/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar